Optimalisasi Penuntutan dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Rp150,000.00
Judul Buku | : | Optimalisasi Penuntutan dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia |
Penulis | : | Satria Ferry |
ISBN | : | 978-623-97397-4-4 |
E-ISBN | : | – (PDF) |
Format | : | 14,8×21 cm |
Hal | : | xviii+122 hlm |
Penerbit | : | Hawa dan AHWA |
Tahun | : | 2023 |
Harga | : | Rp 150.000,00 |
Buku dijual dalam bentuk e-book (buku elektronik).
Buku ini tersedia di WhatsApp.
Buku ini tersedia di Google Play.
Deskripsi
Penegakan hukum pidana dalam penanganan tindak pidana korupsi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia mengenal lembaga penegak hukum Penyidik, Penuntut Umum, Pengacara, Hakim dan pelaksanakan putusan Pengadilan. Peran sentralnya dipegang oleh Penuntut Umum. Alasannya adalah karena Penuntut Umum berwenang menilai layak atau tidaknya perkara diajukan ke persidangan untuk diperiksa dan diputus oleh pengadilan.
Hasilnya akan berbeda apabila penuntutan dilakukan oleh lembaga yang berbeda dengan kewenangan dan standar yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam terkait dualisme penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi di Indonesia. Permasalahan dualisme penuntutan antara Kejaksaan dan KPK jika terus dipertahankan akan justru mempengaruhi keberhasilan pemerintah dalam pemberantasan korupsi secara umum. Di satu sisi, Penuntutan oleh Kejaksaan memiliki sejarah dan catatan panjang dan di sisi lain ada Penuntut KPK, di mana baik Penuntut Kejaksaan maupun KPK dihadapkan dengan hambatan pemberantasan korupsi yang terus berkembang.
Dualisme dalam penuntutan tindak pidana korupsi (TPK) antara KPK dan Kejaksaan sebagai lembaga penuntut umum masih terjadi hingga saat ini. Oleh karena itu, seharusnya penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan melalui satu pintu yang berada di bawah KPK atau kejaksaan.
Perkara tindak pidana korupsi yang dituntut, baik oleh Kejaksaan maupun KPK, semuanya harus berakhir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka sudah seharusnya tidak ada dualisme hukum dalam sistem penuntutan dalam perkara korupsi.
Dualisme penuntutan perkara korupsi oleh Kejaksaan dan KPK harus dihapuskan karena menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar asas persamaan di muka hukum. Dalam penegakan hukum, setiap orang harus diperlakukan sama dan tidak boleh ada perlakuan yang berbeda untuk hal yang sama karena dilaksanakan oleh pelaksana yang berbeda.
Adanya kewenangan KPK dalam penuntutan, menyebabkan timbulnya dualisme kewenangan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi antara Kejaksaan dan KPK. Dualisme tersebut disebabkan oleh pengaturan kewenangan oleh undang-undang dalam bidang penuntutan. Hal ini berdampak terhadap struktur ketatanegaraan yang semakin membesar, dan mengesampingkan asas dominus litis jaksa sebagai pengendali proses perkara serta prinsip een on deelbaar yang menyatakan bahwa Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisah.
Berdasarkan pertimbangan penerapan asas dominus litis dan konsep one way prosecution yang dianut secara universal di seluruh dunia, model penuntutan yang ideal dalam perkara korupsi di Indonesia harus dikembalikan kepada Kejaksaan.
Lihat Buku Lainnya berdasarkan Kategori
Anda harus login untuk mengirimkan ulasan.
Ulasan
Belum ada ulasan.