Pemberi dan Penerima Jasa Hukum di Indonesia

Rp194,250.00

Judul Buku : Pemberi dan Penerima Jasa Hukum di Indonesia
Penulis : Duwi Handoko (Penyusun)
ISBN : 978-623-90915-3-8
E-ISBN :
Format : 21×26 cm
Hal : xx+214 hlm
Penerbit : Hawa dan AHWA
Tahun : 2020
Harga : Rp 194.250,00

Buku dijual dalam bentuk e-book (buku elektronik).

Buku ini tersedia di WhatsApp.

Temukan di WhatsApp

Buku ini tersedia di Google Play.

Temukan di Google Play

Deskripsi

Bab I di dalam buku ini adalah Bab Pendahuluan yang pada pokoknya berisikan subjek hukum yang berwenang memberikan jasa hukum di indonesia, korelasi advokat sebagai subjek hukum pemberi jasa hukum dengan klien sebagai penerima bantuan hukum, korelasi badan hukum sebagai subjek hukum pemberi jasa hukum dengan orang atau kelompok orang sebagai penerima bantuan hukum, subjek hukum yang menerima jasa hukum di Indonesia, dan rumus sederhana memahami pemberi dan penerima jasa hukum di Indonesia. Rumus yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut: Beri Advokat LBH atau Ormas untuk Terima Orang dan/atau Badan Hukum.

Bab II mengenai Sejarah Pembentukan Undang-Undang tentang Jasa Hukum di Indonesia, pada pokoknya memberikan gambaran bahwa pengaturan di bidang jasa hukum baru satu kali diberlakukan sejak Indonesia merdeka dan pengaturan tersebut baru dilakukan setelah era reformasi, baik di bidang profesi advokat maupun di bidang Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan yang diberikan wewenang memberikan jasa hukum. Oleh karena itu, pada bab ini diuraikan tentang sejarah pembentukan Undang-Undang tentang Advokat dan sejarah pembentukan Undang-Undang tentang Bantuan Hukum.

Bab III mengenai Perbandingan terhadap Undang-Undang tentang Jasa Hukum di Indonesia menguraikan persamaan dan perbedaan antara substansi di dalam Undang-Undang tentang Advokat dengan substansi di dalam Undang-Undang tentang Bantuan Hukum.

Uraian pada Bab IV mengenai Pemberi Jasa Hukum di Indonesia, antara lain menguraikan tentang subjek hukum yang memiliki kekuasaan atau berwenang memberikan jasa hukum yang disertai dengan hak dan kewajiban dari para pemberi jasa hukum tersebut. Selain itu, juga diuraikan perbandingan pemberian jasa hukum yang diberikan oleh orang sebagai subjek hukum dan jasa hukum yang diberikan oleh badan sebagai subjek hukum. Pada bagian akhir bab ini dijelaskan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pemberian jasa hukum yang diberikan oleh orang (advokat) sebagai subjek hukum dan yang diberikan oleh badan (lembaga bantuan hukum dan organisasi kemasyarakatan) sebagai subjek hukum.

Bab V mengenai Penerima Jasa Hukum di Indonesia, menguraikan tentang subjek hukum yang membutuhkan dan/atau yang wajib memperoleh layanan jasa hukum dari pember jasa hukum. Uraian mengenai penerima jasa hukum di Indonesia tersebut juga disertai dengan hak dan kewajiban dari para penerima layanan jasa hukum

Bab VI mengenai pengangkatan, sumpah, status, penindakan, dan pemberhentian advokat, pada pokoknya membicarakan tentang pengangkatan advokat, pentingnya pengucapan sumpah yang dilakukan oleh advokat sebelum melaksanakan tugasnya, penindakan terhadap advokat, dan pemberhentian advokat. Selain itu, pada bab ini juga diuraikan tentang atribut advokat.

Pada uraian Bab VII mengenai Pengawasan Terhadap Advokat, Organisasi, Kode Etik, Dan Dewan Kehormatan Advokat, diketahui bahwa advokat dalam pelaksanaan tugasnya diawasi oleh organisasi advokat. Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, advokat harus bertingkah laku sesuai dengan kode etik yang sudah ditetapkan oleh organisasi advokat. Hal tersebut sangat penting karena Dewan Kehormatan Advokat memiliki kewenangan sampai dengan pemberhentian terhadap advokat apabila advokat terbukti melanggar kode etik yang sudah ditetapkan.

Bab VIII di dalam buku ini adalah Asas-asas, Ruang Lingkup, dan Tujuan Penyelenggaraan Bantuan Hukum. Dalam bab ini diuraikan bahwa asas-asas dalam pelaksanaan bantuan hukum di Indonesia pada pokoknya berisikan tentang asas keadilan, persamaan kedudukan di dalam hukum, keterbukaan, efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas. Pada bagian akhir dalam sub bab ini juga diuraikan bahwa terdapat perbedaan antara penyelenggara bantuan hukum dan pelaksana bantuan hukum yang disajikan pada Gambar 6.

Bab IX di dalam buku ini adalah Syarat, Tata Cara, dan Pendanaan Pemberian Bantuan Hukum. antara lain diberikan uraian mengenai organ negara yang memberikan perlindungan terhadap pemberi dan penerima jasa hukum adalah organ negara pada cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Perlindungan dari cabang kekuasaan negara. Khusus dari cabang eksekutif, dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, dalam konteks pemberi jasa hukum dilindungi oleh hukum, salah satunya ditegaskan bahwa tidak semua perbuatan pemberi jasa hukum bersifat imun. Selain itu, pada sub bab ini juga diuraikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: a. Bilamana suatu pemberian jasa hukum dinyatakan berlaku menurut ketentuan peraturan perundang-undangan? b. Mengapa pemberian jasa hukum harus dibatasi masa berlakunya oleh pemberi bantuan hukum? c. Apakah masa berlaku pemberian jasa hukum dapat diperpanjang? d. Apakah logis pemberi bantuan hukum memperoleh hak atas jasa hukum yang sudah diberikannya kepada penerima jasa hukum? Masih terkait dalam pembahasan mengenai syarat, tata cara, dan pendanaan pemberian bantuan hukum, khususnya mengenai pengalihan pemberian jasa hukum, diketahui bahwa: a. Pemberi jasa hukum dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain atau dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan haknya dalam hal memberikan jasa hukum kepada penerima jasa hukum, kecuali berdasarkan kesepakatan dengan penerima bantuan hukum, hal tersebut diatur sebaliknya; dan b. Pengalihan pemberian jasa hukum salah satunya harus memuat ketentuan mengenai jangka waktu pengalihan pemberian jasa hukum.

Bab X di dalam buku ini adalah Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan, antara lain berisikan tentang pengajuan lembaga bantuan hukum atau organisasasi kemasyarakatan untuk dapat memperoleh akreditasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dapat dilakukan secara online. Selanjutnya, terdapat tiga klasifikasi akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum atau organisasasi kemasyarakatan yang memiliki kewenangan memberikan jasa hukum. Pada pokoknya, hanya lembaga bantuan hukum atau organisasasi kemasyarakatan yang terakreditasi yang sah untuk dapat memberikan jasa hukum.

Bab XI di dalam buku ini adalah Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum, yang berisikan tentang pelaksana pemberian bantuan hukum, tata cara permohonan bantuan hukum, pelaksanaan bantuan hukum, dan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma oleh advokat.

Bab XII di dalam buku ini merupakan Bab Penutup yang berisikan kesimpulan rekomendasi dari bab-bab yang sudah diuraikan sebelumnya. Salah satu dari uraian rekomendasi tersebut adalah seharusnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dilebur menjadi satu dan pemberian nama dari undang-undang tersebut diubah menjadi undang-undang tentang jasa hukum atau undang-undang tentang pemberi dan penerima jasa hukum.

Buku ini telah selesai disusun pada pada tanggal 10 Mei 2017 dan telah pula diikutsertakan dalam Program Hibah Penulisan Buku Ajar Tahun 2017. Akan tetapi, penulis gagal meraih “kemenangan” dalam program tersebut. Kurang lebih tiga tahun berselang, yaitu pada tanggal 10 Januari 2020, penulis akhirnya memutuskan untuk menerbitkan buku yang telah lama selesai disusun ini. Dengan demikian, seiring perkembangan waktu, dapat saja substansi di dalam buku ini telah mengalami perubahan berdasarkan regulasi atau hukum positif. Namun, penulis berharap, substansi yang berubah tersebut tidak mempengaruhi “pesan” yang hendak disampaikan di dalam buku ini.

Lihat Buku Lainnya berdasarkan Kategori

Ulasan

Belum ada ulasan.

Jadilah yang pertama memberikan ulasan “Pemberi dan Penerima Jasa Hukum di Indonesia”